![]() |
Caption : Lokasi PETI yang Berhasil Didokumentasikan Tim Investigasi Bersama Warga, di Desa Ujung Said, Kecamatan Jongkong, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Jumat (21/06). Foto. Ist. (SK). |
Di balik hiruk-pikuk alat berat yang mengoyak bantaran sungai, keresahan warga kian memuncak. Mereka mempertanyakan sikap aparat penegak hukum (APH) yang dinilai lamban menindak pelaku PETI, meski aktivitas tambang ilegal tersebut berlangsung secara terbuka dan massif.
“Data resmi bilang cuma 21 unit mesin sedot, tapi faktanya di lapangan bisa sampai 79. Pekerja luar desa diminta setor Rp4 juta, sementara warga lokal Rp2 juta,” kata UB, warga setempat, kepada wartawan, Sabtu, (22/06).
UB juga mengungkap adanya struktur panitia yang mengatur operasional tambang, dikomandoi oleh sosok berinisial YM dan kroni-kroninya. “Mereka menentukan siapa yang boleh kerja dan berapa besar setoran bulanan. Jelas ada yang melindungi dari atas. Bahkan, katanya media juga dapat jatah supaya diam,” ujarnya.
Tak hanya berdampak ekologis, aktivitas PETI di Ujung Said juga memicu potensi konflik sosial. Warga yang menolak kehadiran tambang ilegal ini merasa terintimidasi dan takut terjadi gesekan horizontal. “Kami ingin desa ini bersih dan aman. Jangan sampai segelintir orang menghancurkan masa depan kampung ini,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Secara hukum, PETI merupakan tindak pidana. Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku tambang tanpa izin dapat dipidana penjara hingga lima tahun serta denda miliaran rupiah. Tak hanya itu, aliran dana hasil tambang ilegal juga berpotensi melanggar UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Desakan publik pun mengalir kepada aparat penegak hukum, terutama Polres Kapuas Hulu dan Polda Kalbar, untuk turun tangan menindak tegas dan tuntas jaringan PETI di wilayah tersebut. “Harus ada langkah nyata, serius, dan terbuka. Jangan ada pembiaran,” ujar HN, seorang aktivis lingkungan.
Dengan semakin kuatnya dugaan keterlibatan aktor-aktor lokal dan pembiaran yang sistemik, penegakan hukum menjadi tuntutan utama demi menjaga Kapuas Hulu dari kerusakan lebih jauh baik lingkungan maupun sosial.
Penulis : Aktivis 98
Sumber: UB, warga Desa Ujung Said
Editing : Dani 74
0Komentar