Tfr6TUCoBUC8GSAiTUCoGfW0Gd==
Light Dark
Saung Kecil di Gang Bina Karya, Rumah Bagi Suara Rakyat yang Tak Terdengar

Saung Kecil di Gang Bina Karya, Rumah Bagi Suara Rakyat yang Tak Terdengar

×

 

Caption ;
Doa Bersama Lembaga, Awak Media dan Lembaga Pers dalam Rangka Selamatan Kantor Baru, di Gang. Bina Karya, Kota Baru, Pontianak. Kamis (26/06). Foto. (SK) 
Pontianak, KALBAR, (SK) - Malam itu, tepatnya Kamis Malam penyambutan 1 Muharram 1446 H, langit Kota Pontianak menggantung tenang. Angin mengalir pelan di sudut Gang Bina Karya, seolah ikut membawa harapan baru. Di sebuah bangunan sederhana yang belum lama ditempati, suara tawa dan doa saling bersahutan. Lampu-lampu menyala hangat dari balik jendela, menjadi penanda lahirnya ruang baru: kantor Sekretariat Bersama (SEKBER) Kalimantan Barat.

Jam menunjukkan pukul 19.00 WIB ketika satu per satu tamu mulai berdatangan. Tak ada karpet merah, tak ada sambutan mewah. Hanya tangan-tangan yang bersalaman hangat dan mata yang saling menyapa dengan penuh hormat. Di tempat itulah, antara tembok bercat putih dan secangkir kopi hitam, lahir sebuah komitmen, "menyatukan suara media, lembaga hukum, dan masyarakat dalam satu ikhtiar bersama membangun Kalbar dari sisi nurani.

Caption :
 Suasana Malam Acara Doa bersama LSM, Awak Media dan Lembaga Pers, AMSI. Kamis, (26/06). Foto.(SK). 
Di antara mereka, seorang pria berkacamata duduk tenang, menyimak dan sesekali tersenyum. Ia adalah Yayat Darmawi, advokat yang selama ini dikenal tak banyak bicara, namun kerap berdiri paling depan saat keadilan dipertanyakan. Malam itu, dengan suara lirih namun mantap, ia berkata,"

"Kami tidak besar, tapi kami punya niat yang tak mudah padam. Kantor ini mungkin sederhana, tapi semangat kami tak pernah biasa."

Di balik pernyataan itu, tergambar satu hal ",ini bukan hanya soal ruang kerja, ini adalah tentang tempat pulang bagi siapa saja yang mencari keadilan",. 

Tak jauh dari Abangda Yayat, Kusnandar Darmawi berbicara dengan mata yang menyimpan kilau tekad. Seorang wartawan, psikolog, dan juga penggerak. Baginya, SEKBER bukan sekadar lembaga, melainkan wadah jiwa-jiwa yang ingin menjembatani mereka yang tak terdengar.

“Kami ingin hadir sebagai penghubung. Bukan penguasa kata-kata, tapi penjaga makna bagi masyarakat,” tuturnya lirih, namun menggigit.

Malam terus beranjak. Obrolan berubah jadi diskusi, tawa berubah jadi ide, dan nasi kotak sederhana jadi santapan bersama yang menyatukan semua. Para tokoh yang hadir datang bukan untuk dilayani, tapi untuk saling menguatkan: Hamzah, Dul Hadi, Syahrial, Masrun, Sy. Dwi Kurniawan, Dede Wahyudi, dan banyak lagi yang tak sempat disebut satu per satu. Mereka datang bukan sebagai tamu, tapi sebagai saudara yang sedang membantu menyalakan lentera kecil di gang sempit yang sering terlupakan.

Lalu seorang wartawan muda sambil merenung meratapi poster kecil dengan berbagai logo organisasi dan media, ia perlahan berbisik,"

“Di tempat sekecil ini, harapan bisa lebih luas dari dunia.”itulah Dede Wahyudi 

Di sela bincang santai, Sy. Dwi Kurniawan sempat menatap langit yang gelap, lalu berkata,"

“Semoga dari sini, kita bisa menulis sejarah yang berbeda. Yang berpihak, yang membela, dan yang menyala.”

Dan memang, malam itu bukan sekadar syukuran biasa. Ia adalah titik mula sebuah percikan kecil yang siap menyala menjadi bara perjuangan. Dari Gang Bina Karya, SEKBER Kalbar hendak menyusun cerita baru, tentang media yang tak gentar, tentang hukum yang membela, dan tentang rakyat yang tak dibiarkan berjalan sendiri.


Oleh : Dani 74

0Komentar

SPONSOR