Dugaan keterlibatan oknum bernama Aseng, yang disebut-sebut sebagai backing kuat perusahaan tambang ilegal itu, mengemuka dari pernyataan "Kuna", tangan kanan Risky, dalam pesan WhatsApp yang ditujukan kepada Bambang Iswanto, Koordinator Wilayah TINDAK Indonesia.
Dalam pesannya, Kuna menantang supremasi hukum dan secara tidak langsung menunjukkan bahwa aktivitas tambang ilegal tersebut memiliki dukungan kuat dari pihak berpengaruh. Hal ini memicu pertanyaan publik: siapa sebenarnya Aseng, dan seberapa besar pengaruhnya hingga hukum seolah tak berkutik?
Struktur Kejahatan Tambang Ilegal
Koordinator Nasional TINDAK Indonesia, Yayat Darmawi, SE, SH, MH, menilai fenomena ini sebagai bentuk nyata dari struktur kejahatan pertambangan ilegal yang semakin terorganisasi.
“Kejahatan tambang ilegal seperti bauksit, pasir, dan lainnya di Kalimantan Barat sangat mendominasi, namun aksi pemberantasannya minim. Ini jelas merugikan negara dan masyarakat akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,” ujar Yayat.
Ia menyebut bahwa kasus tambang bauksit ilegal di Tayan Hilir menunjukkan pelecehan terhadap supremasi hukum di Indonesia. Yayat pun mendesak aparat seperti Gakkum, Kejaksaan Agung, Mabes Polri, hingga KPK untuk segera melakukan investigasi menyeluruh.
“Siapa pun yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, adalah bagian dari persekongkolan jahat. Ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi kejahatan lingkungan dengan kerugian besar bagi negara,” tegasnya.
Desakan Tindakan Nyata
TINDAK Indonesia meminta agar APH tidak ragu menindak tegas para pelaku dan jaringannya. Yayat menekankan bahwa pembiaran terhadap tambang ilegal seperti yang terjadi di PT JBI akan memperkuat praktik kejahatan serupa, mirip dengan pola yang terjadi dalam kasus timah beberapa waktu lalu.
“Sudah saatnya negara hadir. APH mesti bertindak sebelum kerugian negara semakin membengkak,” tutup Yayat.
(Tim)
Editing : Redaksi
0Komentar