Pontianak, KALBAR (SK) – Pengadilan Negeri (PN) Pontianak menjatuhkan putusan penting yang kembali membuka tabir perkara dugaan penipuan dan penggelapan terkait proyek pemasangan pipa PDAM di Kabupaten Kubu Raya. Dalam putusan pra-peradilan Nomor 13/Pid.Pra/2025/PN.Ptk, majelis hakim mengabulkan seluruh permohonan pemohon dan membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang sebelumnya diterbitkan penyidik Polda Kalimantan Barat pada Agustus 2024.
Caption :
Yayat Darmawi, SE., SH., MH.,
Koordinator Lembaga Tim Investigasi Dan Analisis Korupsi (TINDAK). Foto. Ist (SK)
Putusan yang dibacakan Senin, 17 November 2025 tersebut sekaligus menghidupkan kembali penyidikan laporan polisi tahun 2022, serta menetapkan ulang dua pihak sebagai tersangka, yakni:
Muda Mahendrawan, mantan Bupati Kubu Raya
Uray Wisata, Direktur PDAM Kubu Raya pada 2013
Keduanya diduga terlibat dalam tindak pidana penipuan dan penggelapan terkait proyek pemasangan 13 titik pipa PDAM senilai Rp2,585 miliar pada tahun 2013.
Restorative Justice Dinilai Janggal, SP3 Dibatalrative
Penyidikan kasus ini sempat dihentikan oleh Polda Kalbar pada 2024 melalui mekanisme restorative justice (RJ). Namun, dalam proses pra-peradilan, hakim menilai sejumlah kejanggalan dan penyimpangan prosedur yang membuat penghentian penyidikan dianggap tidak sah.
Kuasa hukum pemohon, Zahid Johar Awal, mengungkapkan bahwa fakta persidangan menunjukkan banyak aspek yang bertentangan dengan hukum acara pidana, di antaranya:
Korban Palsu: Penyidik menetapkan seseorang bernama Iwan Darmawan sebagai korban RJ, padahal ia tidak memiliki kerugian atau hubungan hukum dengan proyek tersebut.
Korban Sah Diabaikan: Natalria Tetty Swan, Direktur CV SWAN, yang justru mengalami kerugian langsung dari proyek tersebut, tidak pernah diakui sebagai korban.
Dokumen Asal-Usul Diragukan: Dokumen yang digunakan untuk menempatkan Iwan sebagai korban tidak pernah ditemukan dalam berkas penyidikan resmi.
Keterangan Penyidik Berbeda di Persidangan: Penyidik mengeluarkan pernyataan yang dinilai bertentangan dengan bukti dan kronologi, memperkuat dugaan adanya keberpihakan.
“Dalam persidangan terbukti jelas bahwa Bu Natalria adalah korban sebenarnya. Iwan hanyalah saksi yang kemudian diperankan seolah-olah sebagai korban. Semua dokumen resmi sejak laporan polisi, gelar perkara, hingga BAP saksi menunjukkan klien kami adalah pihak yang dirugikan,” tegas Zahid.
Korban Ungkap Kronologi: “Kalau Dibayar Waktu Itu, Tak Ada Kasus Ini”
Natalria Tetty Swan, pelapor sekaligus pemilik CV SWAN, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari kegagalan pembayaran atas pekerjaan pemasangan pipa PDAM tahun 2013.
“Dari awal saya hanya minta pekerjaan saya dibayar untuk sisa yang belum dibayarkan. Saya tidak pernah menuntut kerugian lain, meski kasus ini sudah bertahun-tahun,” ujarnya.
Namun upaya mediasi informal itu justru memanas. Ketika stafnya, Iwan, menanyakan pembayaran kepada Muda Mahendrawan, ia mendapat jawaban yang dianggap merendahkan.
“Muda hanya menjawab: ‘Tidak usah diurus, itu sudah lama.’ Dari situlah semuanya berubah,” ungkap Natalria.
Ia kemudian menginstruksikan stafnya untuk mengumpulkan ulang seluruh berkas pekerjaan 2013, yang pada akhirnya mengarah pada pelaporan resmi.
“Kalau saja waktu itu dibayar sisa pekerjaan kami, kasus ini sudah selesai. Tapi karena sikap itu, ya inilah akibatnya,” tambahnya.
Dugaan Keberpihakan Penyidik: Status Terlapor Dinilai Pengaruhi Proses Hukum
Dalam argumentasinya, tim kuasa hukum pemohon menyampaikan dugaan bahwa penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Kalbar sarat keberpihakan. Hal ini dikaitkan dengan status Muda Mahendrawan sebagai mantan Bupati dan tokoh politik yang maju di Pilgub Kalbar 2024.
“Pola penyidikan dari awal sangat menguntungkan terlapor. Pengabaian korban sah, manipulasi posisi saksi sebagai korban, hingga keterangan penyidik yang berubah-ubah sangat jelas menunjukkan ada sesuatu yang tidak umum,” tegas Zahid.
Putusan PN Pontianak Jadi Titik Balik Penegakan Hukum
Dengan dibatalkannya SP3, penyidikan harus dibuka kembali, dan status tersangka terhadap Muda Mahendrawan serta Uray Wisata kembali sah secara hukum. Putusan ini menjadi tonggak penting bukan hanya bagi pelapor, tetapi juga bagi akuntabilitas proses penyidikan di Polda Kalimantan Barat.
Pengamat hukum menilai putusan ini dapat menjadi preseden penting bagi kasus-kasus lain yang dihentikan secara tidak sah melalui mekanisme restorative justice.
Statmen Lembaga TINDAK.
Yayat Darmawi,SE,SH,MH Koordinator Lembaga Tim Investigasi Dan Analisis Korupsi dari persfektive Hukum saat memberikan statmen yuridisnya mengatakan bahwa kasuistis Muda Mahendrawan serta Uray Wisata sejak awal adalah merupakan kasuistis pidana murni namun yang agak aneh kenapa ada jeda waktu yang panjang bagi penyidik untuk meneruskan keproses ketahapan P-21 nya, malah di SP3 kan lagi semestinyakan tanpa harus mengulur waktu proses hukum tetap konsisten dilaksanakan, kata yayat.
Kami Aplus terhadap pihak pelapor yang telah melakukan langkah tepat dengan mem prapid kan tentang Keabsahan SP3 nya, karena terkait pengujian ke absahan SP3 adalah merupakan tujuan dari Undang undang untuk melindungi hak azasi manusia dengan memastikan bahwa Tindakan Aparat Penegak Hukum tidak sewenang wenang menegakkan Hukum Namun Melanggar Undang undang, sebut yayat.
Prosesi penegakan hukum selanjutnya mesti disegerakan agar tidak menimbulkan tafsiran negative dari publik terhadap Aparat Penegak Hukum dikalimantan barat ini, pinta yayat.
(Tim SK)
0Komentar